Rabu, 16 Juli 2014

PERTEMUANKU DENGAN PESMA

- 0 komentar

Aku adalah seorang santri, santri dari Pesantren Mahasiswa (Pesma) Masjid Fatimatuzzahra (Mafaza). Menjadi santri adalah cita-citaku sejak dulu. Sayangnya baru kali ini bisa tercapai, Ya tidak apa-apa, aku tetap menyukai dan mensyukuri apa yang Allah rencanakan pada diri ini.

Kala itu aku lulus SMA, tidak ada perencanaan sebelumnya aku tinggal dan menjadi santri di masjid Fatimah. Berawal dari diterimanya aku di Stikes Harapan Bangsa Purwokerto. Aku dalam keadaan bingung waktu itu. Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri,

Dimana aku akan tinggal nanti?

Bagaimana nanti pergaulanku?

Bagaimana nanti keadaan agamaku disana?

Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul menyeruak di dalam dada.
“Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek
seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan)
penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak
wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau
akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk
dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan
bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim)

Mungkin Allah telah menggariskanku menjadi orang yang dijauhkan dari perbuatan maksiat. Allah tidak mau melihat hambanya ini terjerumus ke jurang kesesatan. Sehingga pada suatu malam dibulan Ramadhan teman bapak, sekaligus bekas tetangga kami dulu datang ke rumah bersilaturrahim, dia menanyaiku,

“Kuliah dimana?”,

“Purwokerto ustadz”,

“Owh, sudah punya tempat untuk ditinggali disana?”,

“Belum ustadz, saya masih bingung.”,

“Kalo begitu tinggal di Masjid Fatimatuzzahra saja, disana seperti dewan dakwah. Jadi hampir setiap hari ada kegiatan yang bermanfaat. Insya Allah, pergaulanmu terjaga.”

“Wah, sepertinya saya tertarik ustadz, dimana itu tempatnya?”

“Di tengah-tengah komplek kampus Universitas Jendral Soedirman, nanti tanggal *sekian saya berada disana, kamu datang saja, biar saya perkenalkan dengan takmirnya.”

“Baiklah ustadz, akan saya usahakan”. Jawabku mengakhiri percakapan.

Tanggal yang ditetapkan telah tiba, aku pun berangkat kesekian kalinya menuju Purwokerto, kota Kesatria. Aku baru tahu kalau ada masjid yang begini, masjid yang tidak mempunyai tembok yang menyekati pada ujung di sisi-sisinya.

Waktu itu aku belum tahu apa filosofi di balik semua ini. Yang terpikirkan itu hanya…. “Wah keren, masjidnya gede, nanti jika aku adzan disini, pasti suaranya bakal kemana-mana, hee.” *Pikirku jika aku diterima di Mafaza

Sedikit bingung dan kesasar saat menuju ke masjid, karena awal kalinya aku kesini.

Aku pun bertemu dengan ustadz Hasan yang pernah bersilaturrahim ke rumah dan menawarkan untuk tinggal di masjid yang megah ini. Aku mengucapkan salam padanya dan kami pun memulai perbincangan mengenai keseriusanku. 
“Akankah aku mau tinggal setelah melihat masjid Fatimah”. Begitu pertanyaan itu keluar, aku langsung menjawab “Ya, Aku bersedia ustadz.” Hehe aku membuat pertanyaan dan kujawab sendiri.

Kemudian ustadz memberikan contact person mas Dayat selaku kenalannya di Mafaza, aku disuruhnya untuk menghubungi contact tersebut. *Aku menghubungi mas dayat, kami pun bertemu di Gedung Serba Guna Mafaza sekitar sore hari. Aku berbincang-bincang mengenai keminatanku tinggal di Mafaza, kemudian dia memanggil seseorang yang saat itu aku belum mengenalnya. Ya dia ustadz Yogi, ketua takmir harian yang kini meninggalkan Mafaza untuk sementara, menjalani tugas negara, karena bagiku dia akan kembali, kembali ke masjid ini, memakmurkan masjid dan menyusun mimpi-mimpi besar lagi.

Aku tidak tahu di mafaza menawarkan dua macam program, satu Pesantren Mahasiswa / PESMA *yang saat ini aku didalamnya dan satunya adalah Quliatul Qur’an *program penghafal Al Qur’an. Niatnya aku mau daftar program Pesantren Mahasiswa, ehh berhubung kurangnya informasi yang aku dapat kala itu, aku masuk ke program Quliatul Qur’an *Aku nyasar pemirsa.

Saat malam tiba, para santri Quliatul Qur’an dikumpulkan untuk ditest bacaan dan hafalan oleh ustadz Sofwan. Owh ini ustadz Sofwan yang suaranya merdu, yang punya beberapa variasi lagu Qur’an itu toh. Wah keren-keren, nggak sia-sia aku kemari untuk menyantri. “Ya giliran kamu!”, ustadz Sofwan menunjukku setelah menguji beberapa santri Quliatul Qur’an lainnya. Wadduh sudah lama hafalanku tidak aku murojaah, bagaimana ini? Jantung berdetak tidak karu-karuan. Ehhh dengan PDnya “An Naba” terucap keluar dari mulutku saat ditanya mau surat apa kamu.

Beberapa ayat aku lafalkan, “Ya sudah cukup!!” ustadz Sofwan memberhentikanku yang sedang melafalkan hafalanku, aku berpikir dalam hati, pasti banyak yang keliru, *Aduh malunya, banyak para penghafal kala itu. “Kamu belajar lagi ya!” “Iya ustadz” jawabku malu.

Selesai pertemuan itu, aku tidak menyia-nyiakan waktuku untuk bersantai, aku menghafal An Naba lagi, surah yang dulu pernah aku jadikan bacaan sholat waktu kecil.. Sedikit bercerita, kenapa aku hafal? Ingatanku bagus saat aku kecil, padahal tidak membaca, hanya mendengarkan dari sebuah tipe / radio syekh Hany Ar Ri’fai yang bapak setel waktu pagi hari.

Mungkin karena hafal dari mendengarkan saja, banyak tajwid dan makhraj bacaan yang kurang tepat, sehingga ustadz mencukupkan pada ayat yang ke sepuluh.

Saat aku sedang asyik-asyiknya menghafal untuk persiapan test pada ba’da Subuh besok, aku mendengar sepertinya ada yang sedang berceramah di tengah malam. Aku penasaran, kemudian aku menghampirinya, dalam hati berucap “Ini ramai sekali *sekitar 15 orang yang mendengarkan. Sedang apa mereka?” aku berdiri di samping jendela kaca berwarna hitam, aku ditegur sapa oleh mas Rizki,

“Assalam, Mau ikutan apa?”

“Wa'alaikum salam, Tapi mas?”

“Ya ikut saja, Hayoo masuk!!” Mas Riski menggandengku, mendekapku dan menciumku membawa masuk.. *Nggak-enggak itu Cuma bercanda, jangan dibayangkan lho yah!  masa aku menolak. NOH!!

Lanjut kecerita, Ustadz Yogi selaku pengisi acara, kemudian memperkenalkanku dengan para santri, yang notabene mereka juga santri baru, mahasiswa baru sepertiku.

Tutur Ustadz Yogi memperkenalkanku. “Baik teman-teman, ini akan menjadi teman anda sekalian di Pesma nanti, namanya Mas Jovi dari Pemalang. Ada yang dari pemalang juga?” Imam dan Ulil Fiqi mengangkat tangannya.

Selesai acara, aku berkemas dari masjid menuju Pesma setelah ijin dengan beliau, aku menjadi anak Pesma sekarang bukan Quliatul Qur’an… *Hiyaaaa, horree  prok prok prok aku tidak jadi bertemu ustadz Sofwan besok, heee.
Secara, Ustadz Sofwan teliti dalam menyimak, aku jadi takut dan malu. *Tapi itu dulu, sekarang sudah berkurang rasa malu itu karena banyak belajar dari ustadz Toha, ustadz Muhyudin, dan ustadz Ismet.

Aku tidak menemukan kamar yang belum dihuni, kecuali bekas gudang, rencana besok mau kuberesi dan kutata rapi. Aku menginap dan menitipkan tasku di kamar Ulil Fiqi dan Pahri. Aku canggung dengan mereka, mereka begitu pendiam awal-awal. Pahri dengan badan yang gede dan begitu tingginya, aku kira dia preman, SEREM!! *Karena aku pernah dibekali ilmu bela diri, rasa takut itu sedikit teratasi... 
Ini bukti saya belajar bela diri
Malam semakin larut dan waktunya untuk tidur. Nyamuknya itu lho banyak banget, aku putuskan untuk tidur di masjid beberapa hari ini, *Hee anak pesma yang mblaur

Banyak keceriaan, canda tawa berbagi satu sama lain, kepedulian, perhatian, kadang juga nonton film bersama*noh, makan berjamaah dalam satu nampan *Tapi jangan pernah berpikir mandi berjamaah dalam satu toilet lho yah.

Makan Bersama
AKU TIDAK MELIHAT DAN PEDULI BANGUNAN YANG AKU TEMPATI, GUBUG REYOT NAN HAMPIR RUSAK. DISITULAH MIMPI-MIMPIKU BERSEMANGAT UNTUK KUGAPAI. AKU BERTEMU DENGAN MEREKA, MEREKA YANG AKAN MENJADI TEMANKU NANTI DI SURGANYA ALLAH, INSYA ALLAH.

Bangunan PESMA Baru
 AKU BAHAGIA JADI BAGIAN DARI PESMA, MIMPIKU TERWUJUD MENJADI SANTRI PESANTREN. SUBHANALLAH WALHAMDULILLAHI RABBIL ‘ALAMIN 

Angkatan 2010-2013
 Semoga Allah Memberkahi


[Continue reading...]

Selasa, 15 Juli 2014

Anakku, Surgaku.

- 0 komentar

Musa. Nama ini sebelumnya asing di telingaku. Apa sii kelebihannya ko bisa membuat ustadz Rian dan ibuku menangis menilainya?

Suatu ketika, ustadz membagikan tautan di sebuah media social. Aku membacanya sambil lalu dan memberikan jempolku *like pada tautannya tersebut, tanpa membuka isi tautan *kebetulan berisi video, jadi susah untuk dilihat di HPku.

Pada suatu kesempatan, aku berada di rumah simbahku dan sedang tidak bertugas di rumah sakit, aku membuka tautan ustadz dengan laptopku.

SUBHANALLAH, inikah yang bernama Musa itu?” Seketika aku kagum padanya dan meneteskan air mata bahagia. Lucu dengan kepolosannya, giginya yang masih dalam perbaikan *gupis.  Anak berumur 5,5 tahun ini hafal 29 juz. Alangkah bahagia kedua orang tuanya.

Semakin deras saja aku dalam tangisku, aku memuji-Nya yang telah memuliakan Musa. Aku sedih, selama ini aku lebih sering banyak bermain dan jauh dari Al Qur’an. Ini salahku, aku tidak berhak menyalahkan orang lain. Aku berdoa pada Rabb ku, agar aku diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menghafal. Aku ingin mewujudkan cita-citaku yang semakin memuncak akhir-akhir ini, “AKU DAN KELUARGAKU SEBAGAI GENERASI QUR’ANI”

Semua akan terwujud, jika sang nahkoda telah memberikan contoh dan arahan yang baik. Aku ingin menjadikan anakku sholeh, menjadikannya penghapal Kalam-kalam-Nya, seperti Musa ini yang hampir menyelesaikan 30 juznya. Aku akan semaksimal mungkin menghafal dan memahami kalam-kalam-Nya.

Ada pepatah mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, sifat anak tidak akan jauh dari orang tuanya. Pepatah ini selalu teringat dalam hati, dikuatkan dengan teori setengah kromosom diturunkan / diwariskan dari bapak dan setengahnya dari ibu. Aku harus berbakti pada kedua orang tuaku, maka anakku akan berbakti padaku kelak. Aku harus sholeh, aku harus hapal 30 juz, Aku harus berlemah lembut, aku harus berprestasi, maka anakku akan meniruku. *Insya Allah.

Siapa pun istrinya dia harus sholehah, mampu memberikan pendidikan pada anak selama ditinggal suaminya, siap menempuh cita-cita bersama, suka maupun duka.

“Wahai istriku,
engkau adalah pendamping hidupku,
engkau memegang amanahku saat aku pergi,
bentengilah imanmu dengan Al Qur’an,
bimbinglah anak-anakku memahaminya,
asuh mereka dengan kelembutan dan kasih sayang,
tunjukan bahwa engkau mencintai Allah dan Rosulnya,
Insya Allah anak-anak akan meniru kita.”

Kita tahu bahwa, anak-anak kita adalah salah satu asset terbesar agar dipermudah dalam meraih ridho-Nya. Anak yang dididik menjadi anak yang sholeh dan sholehah, doanya akan senantiasa menjadikan pahala yang mengalir bagi kedua orang tuanya, diterangkan dalam sebuah hadist

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: "Apabila seseorang itu meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang soleh mendoakan untuknya."
      
      Subhanallah, anakku surgaku, berdoa demi keselamatan kedua orang tuanya. Aku tidak akan memaksakan kehendakku menjadikanmu seorang militer karena aku pernah bercita-cita menjadi militer. Aku akan membiarkanmu memilih keputusanmu nak, asal itu baik dan berguna, abi selalu mendukungmu. Bahkan jika engkau memintaku untuk menikahkanmu di usia mudamu, aku akan merestuimu, asal engkau sanggup memenuhi kewajiban-kewajibannya.. Aku akan hargai keputusanmu, menghargai keberanianmu, abi bangga padamu.

Aku akan mendampingimu dengan segenap kemampuanku nak.
Abi suka engkau yang selalu ceria bersyukur atas rahmat Ilahi Robbi,
abi suka engkau yang menangis saat engkau ingat telah berbuat dosa,
abi suka engkau yang selalu membenah diri,
abi suka engkau karena engkau telah menghafal kalam-kalamnya,
abi suka engkau disetiap malam membangunkan kami untuk menghadap-Nya,
Aku siap menjadi pendengar setiamu.
Aku bangga padamu nak.

*angan dalam mimpi-mimpiku.


Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim… Engkau mampu mewujudkan suatu hal yang mustahil. Siang menjadi malam, malam menjadi siang. Orang yang telah mati dapat dihidupkan, dan yang hidup dapat dimatikan. Hanya dengan Kun Faya kun-Mu itu, semua menjadi sebuah kenyataan. Kami memohon ampun pada-Mu atas kesalahan-kesalahan yang lalu, Berikanlah kami petunjuk agar selalu berada di jalan-Mu yang lurus, terangilah kami dengan cahaya hidayah-Mu, jadikan kami sebagai insan yang bersyukur atas pemberian-Mu. Muliakan kami dengan Al Qur’an, muliakan kami dengan Ilmu, dan muliakanlah kami dengan pendamping hidup dan anak-anak kami Ya Rahim..

Cinta kami terhadap mereka, semata-mata untuk lebih mencintai-Mu

Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin

[Continue reading...]

Senin, 14 Juli 2014

Pelajaran di Ruang Penyakit Dalam

- 0 komentar
Praktek klinik keperawatan II di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Ashari.

          Setelah satu minggu bersemayam di ruang persalinan, ruangan berikutnya adalah ruang kepodang, berisikan pasien dengan penyakit dalam.

Hari pertama saya sudah dikagetkan dengan berbagai macam penyakit yang menimpa para pasien, mulai dari penyakit yang ringan sampai yang berat pun ada..

Berbeda sekali dengan ruang persalinan, saya berpikir setelah kemarin diajari untuk berterima kasih pada seorang ibu, pada ruangan ini saya akan diajari untuk senantiasa bersyukur atas apa yang Allah berikan selama ini.

Subhanallah walhamdulillah, saya melafalkannya di dalam dada. Badan dan fisik yang sehat, ruhani yang wal afiyat harus senantiasa saya optimalkan dalam setiap saat agar bernilai ibadah. Allah memberikannya dengan percuma, oksigen ini masih bisa dihirup tanpa bantuan tabung oksigen, itu artinya bernilai gratis, tanpa harus membayar materi. Kaki yang masih dengan tegaknya bisa berdiri, akan selalu saya upayakan ke rumah-rumah ilahi.   

Jika kita bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah, maka Allah akan menambah nikmatnya, dan jika kita kufur maka jangan lupa adzabnya sangat pedih. Sebagaimana firmannya dalam Al Qur’an surat Ibrahim ayat 7


Laing syakartum la azii dannakum, wa laing kafartum inna ‘adzaa bii lasyadiiid. (Q.S. Ibrahim:7)

"Barang siapa bersyukur atas nikmat-Ku, maka akan kutambahkan nikmat-Ku. Dan barang siapa kufur atas nikmat-Ku, adadz-Ku sangat pedih." (Q.S. Ibrahim:7)

Lalu bagaimana dengan yang diberi sakit, usahakan untuk tetap bersyukur. Harus berpikiran baik dan positif *khusnudzon akan Allah, barang kali, ini adalah suatu ujian dan cobaan, karena hakikatnya orang yang Allah kehendaki baik akan diberikan ujian, apakah memang benar-benar baik? sebagaimana sabda Rosul

“Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, maka akan ditimpakan cobaan padanya.” ( HR. Al-Bukhari )  

Tuh kan, antum semua yang sakit dipandang baik oleh Allah, jadi bersabarlah.

“Saya sudah bersabar, namun belum juga diberikan kesembuhan?” jika kalimat ini yang keluar dari mulut kita, maka sabar itu masih ada batasannya, sabar itu tidak ada batasnya akhi fillah. Bersabar menunggu kesembuhan bagaimana caranya?

Sabar bukanlah hanya berdiam diri saja, melainkan telah berbuat untuk mencapai apa yang diinginkan. Missal begini, akankah kita berdiam diri saat kita dipukuli, itu bukan sabar, itu pasrah namanya. Sabar dalam menghadapi sakit adalah telah berupaya berobat, mengikuti apa yang telah disarankan tenaga kesehatan, dan setelah itu senantiasa berdoa menunggu kesembuhan, itulah sabar dalam menghadapi sakit. *kajian Ba’da Magrib Ustadz Syarif Ba’asyir

Ada pertanyaan lagi, saya sudah berupaya semaksimal mungkin dengan cara tadi, tapi kesembuhan tidak kunjung datang, bagaimana?

Ingat Allah sayang antum, kita baca bersama hadist berikut

“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala jika mencintai suatu kaum maka Dia akan memberikan cobaan kepada mereka. Barang siapa yang ridha maka dia akan memperoleh keridhaan-Nya dan barangsiapa yang murka maka dia akan memperoleh kemurkaan-Nya.”  (HR. At-Tirmidzi, dia mengatakan; Hadis ini Hasan)




“Tidak ada musibah yang menimpa seperti keletihan, kelesuhan, sakit, duka, susah atau gangguan sekedar tusukan duri melainkan Allah akan menghapus sebagian dosanya.” (Hadits Riwayat Bukhari – Muslim)


Ia akan gugur bersama rasa sakit

Ibarat daun-daun yang berguguran di musim gugur
Bukan karena kerusakan dari dalam tubuh pohon
Melainkan karena panas dari luar

SUBHANALLAH, semoga Allah memberkahi..

  
[Continue reading...]

Minggu, 13 Juli 2014

Pelajaran di Ruang Persalinan

- 0 komentar
Praktek klinik keperawatan II di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Ashari.

Awal kali mendapat ruangan aku ditempatkan di ruang VK / IPKR (Instalasi Persalinan dan Kesehatan Reproduksi). Sebelumnya aku tidak tahu apa saja yang harus kulakukan disini, karena laki-laki pada umumnya tidak membantu persalinan. Aku bingung mau apa? Untung banyak teman dari kebidanan, kami banyak mengobrol apa saja yang nantinya harus dikerjakan.

Hari pertama berjalan begitu cepat, tiba-tiba pukul 14.00. Hanya hal-hal kecil saja yang aku lakukan disana, seperti mengganti infus, membenarkan infus yang macet, dan sebagainya.

Hari berikutnya aku dapat jaga sore. Subhanallah, lucunya bayi-bayi mungil ini, dari mana asalnya? Jadi pingin gendong. Teringat adikku dulu pernah aku gendong saat masih bayi.. Namun aku tidak berani menggendong bayi-bayi yang ada disini, takut salah dan bertindak kurang benar, akhirnya ku urungkan niatku untuk membawanya kabur, *ehh menggendong maksudnya.


Sampai malam hari, tidak kujumpai ibu melahirkan. Mungkin sedang dalam proses pembukaan yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Sembilan sampai dua puluh empat jam coba, pembukaan. Bayangkan? *Betul kan ibu dosen Reproduksi? Heee. 

Nyeri, sakit, dan seperti orang yang kebelet BAB selama dalam proses pembukaan yang dirasakan… aku mendengarkan keluh kesah bahagia dari mereka.

Hari selanjutnya, akhirnya aku jaga malam, *yes kesempatan bisa melihat bayi brojol dari ibunya, hee. Dari jam 21.00 – 00.30, “Mana nih aku tunggu-tunggu tidak ada juga..?” Mungkin dede bayinya malu denganku karena ketampananku. *Noh, sedikit menghibur sendiri. Aku memutuskan untuk tidur, karena tidak ada persalinan. Yahh padahal waktu ini yang sedang ditunggu-tunggu.

Tidak lama aku tertidur, aku dibangunkan teman dan mahasiswa bidan. “Vi vi vi, hayo bangun ada partus”. Aku terbangun dan membasuh muka, kira-kira jam 02.30.. *Aku menuju ke ruang persalinan, “Masya Allah, Subhanallah, Walhamdulillah” *apa-apaan ini? Astaghfirullah Semua terlihat jelas, bagaimana dengan hafalanku? *Aku menutup mata dengan jari yang terbuka, NOH!! Sementara aku tidak memikirkannya terlebih dahulu. Ini sebagai sebuah rejeki atau cobaan bisa terlihat semua seperti itu. Aku usahakan berdoa agar ibu itu selamat,. *Lho ko berdoa, tidak ngebantuin? Hehe, iya masih takut, mungkin lain kali. 

Maaf yah bapak-bapak, hal ini adalah suatu ketidaksengajaan saya melihat ibunya melahirkan, ini tugas kampus yang harus dikerjakan, *bener deh, suer. hee. Sebenarnya sii ya juga penasaran.    

Alhamdulillah, bayi ini dilahirkan dengan selamat. “Selamat ibu, bayinya laki-laki. Semoga setelah besar nanti seperti saya ini, gagah, ganteng, dan baik hati.. *hallah ngawur. Semoga besarnya nanti jadi anak yang berbakti, bersyukur pada ilahi, dan menjadi kebanggaan negeri sebagai generasi Qur'ani. Insya Allah”

Setelah berhasil membantu proses persalinan, aku bergegas menguji hafalanku, dan Alhamdulillah masih teringat dan tersimpan baik dalam ingatanku.

Aku semakin sadar, melihat seorang ibu melahirkan, perjuangannya begitu besar, nyeri yang dirasakan, dicoba ditahan demi calon jabang bayi yang akan dikeluarkan. Subhanallah. Bukan hanya itu saja, dia berani mempertaruhkan nyawanya. Untuk itu kita sebagai anak, harus betul-betul menghargai perjuangnya, seminimal-minimalnya jangan sampai membuat sakit hatinya.
وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا
"Kami perintahkan kepada manusia, supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkan dengan susah payah pula." (Q.S Al Ahqaf: 15)
“Ibu, maafkan aku. Jika selama ini, aku yang diharap-harapkan belum sesuai keinginan saat di dalam kandungan..”
Aku meneteskan air mata dalam sholat dan doaku. Aku heran, mungkin dari sekian banyak lelaki, aku yang paling sering meneteskan air mata. Tapi tak apa, ini suatu pembelajaran hidup. Lelaki yang bisa menangis itu hebat, hatinya tidak keras, mau menerima kritik dan saran walau pun itu pedas, mengakui kesalahannya, kelemahannya, dan berupaya membenah diri menjadi insan yang mulia dimata-Nya.


Ya Allah ya Rabb, ampunilah kami, ampunilah dosa kedua orang tua kami, jagalah mereka seperti mereka menjaga, mendidik dan mengasuh kami semasa kecil.. Jauhkan dari hal-hal yang membuat mereka sakit hati, jadikan kami anak yang sholeh dan sholehah bagi keduanya. Maafkan kami, jika kami pernah berbuat salah padanya.

Aamiin…


[Continue reading...]

Jumat, 11 Juli 2014

Maafkan Aku, SIDE!

- 0 komentar

Terpikir nasehatnya, "Mas kalo side (simbah) sudah tidak ada, tolong minta doanya, doakan side dipermudah saat menghadap sang Ilahi, menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, dilapangkan kuburnya serta mendapat rahmat dari-Nya".

Beliau mengucap sambil menangis mendekapku delapan tahun yang lalu ba'da subuh.. Aku  ikut terbawa suasana, aku ikut meneteskan air mata. Ini pertanda side akan meninggalkan kami semua.

Beliau salah satu orang yang senantiasa mendidikku untuk selalu sholat berjamaah, ngaji di masjid dan berbakti kepada orang tua. Yah walau itu beliau lakukan baru-baru ini, mungkin side telah sadar bahwa cucunya tidak hanya pada anaknya yang ini dan yang itu, beliau sadar kami semua adalah cucunya, cucu yang harus mendapat didikan dan perhatian. Beliau mulai membenah diri dengan berlaku adil kepada kami..

Suatu ketika saat bulan Ramadhan, waktu itu aku kelas empat SD. Aku mulai ingat beliau mulai peduli saat aku kelas empat, saat aku mulai giat sholat, mulai suka dengan ibadah. Beliau menjanjikan aku akan membelikan mie rebus satu kardus, untuk memotivasi dan mendorongku agar aku full menyelesaikan satu bulan Ramadhan dengan puasa.

Dan pada akhirnya aku pun menyelesaikan puasaku satu bulan dengan iming-iming mie rebus dari side, kebetulan dulu aku adalah penyuka mie rebus, mungkin badanku yang melar ini karena faktor terlalu sering mangonsumsi mie rebus… *itu dulu, sekarang pun masih, masih gemuk! Sedih.

Sempat sii beberapa kali aku menengok kepalaku ke kanan dan ke kiri siapa tahu ada orang, setelah memeriksa sedang tidak ada orang, terkadang aku menenggak air setengah gelas ditengah siang bolong, waktu itu rasa hausku susah sekali untuk ditahan, karena tidak ada orang yang tahu dan melihat, aku pun melanjutkan kembali puasaku. *Maaf side, aku berbohong beberapa kali, sungguh waktu itu aku haus sekali. Tidak untuk ditiru yah adik-adik di rumah, ingat Allah selalu melihat.

Tiga tahun terakhir aku banyak lupanya dari pada ingat nasehat dan pesan side agar selalu mendoakan beliau. Pagi ini Bu’de datang dan mengajakku membersihkan makam side, Astaghfirullah disini aku benar-benar mulai teringat kembali pesan itu. Aku bergegas mengganti baju sholatku dengan  celana training dan kaos. Aku meminjam cangkul dan membawa pisau karambit. Aku dan bu’de membersihkan makamnya, sedih atas kematiannya, semoga beliau diterima oleh sang pencipta… Insya Allah aku akan senantiasa mendoakanmu.
“Side maafkan aku, selama ini aku hampir lupa pesanmu”.



[Continue reading...]
 
Copyright © . JOVI ARDAN BLOG - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger