Rabu, 14 Januari 2015

CITA-CITA UNTUK MANDIRI

- 0 komentar

Sobat pembaca, kita tentu sudah tahu dan sudah saling memahami. Bagi kita yang usianya sudah mencapai 18 tahun ke atas pasti akan merasa “tidak enakan”. Tidak enak, kenapa Vi? Tidak enak kalau masih minta materi (sejenis uang) sama orangtua, tidak enak kalau masih dikasih materi sama orangtua untuk membeli sesuatu yang kita inginkan atau butuhkan. Begitu, bukan?

Nah hal “tidak enakan” ini juga menimpa saya. Entah, perasaan ini muncul tiba-tiba ketika temen-temen Pesantren Mahasiswa angkatan 2012 waktu itu sudah mandiri. Ya walaupun mandirinya mereka karena beasiswa. Tapi saya berpikir… itukan juga sebuah perjuangan. Perjuangan bersaing dengan sekian remaja di Indonesia untuk memperebutkan beasiswa. Lalu bagaimana dengan saya? Apa usaha yang pernah saya lakuakan untuk meraihnya? Begitulah kira-kira saya berpikir. Kini saya merasa malu, jika masih disuplai kebutuhannya oleh orangtua. Setidaknya jika tidak sepenuhnya mandiri, ya bisa meringankan tanggungan orangtua lah, uang jajan dari hasil sendiri gitu! Per bulan.  

Saya juga sempat menghitung jumlah keseluruhan biaya. Mulai dari bayar SPP semester satu sampai akhir, lalu biaya hidup, dan biaya keperluan kuliah lainnya yang kira-kira sebesar atau kurang lebih dari 100 juta. Saya bener-bener nangis nih, disini. Besar sekali biaya yang diperlukan, yang harus dibayarkan oleh orangtua untuk anaknya menjalani kuliah selama lima tahun (4th kuliah dan 1th untuk jenjang profesi Ners). Walaupun secara lahir tidak kelihatan meneteskan air mata. Tapi secara batin, hati saya menangis, huhuhu. *ekspresi nangis*

Selama tiga semester awal saya masih tetap disuplai dari orangtua. Saya selalu berdoa dan minta didoakan orangtua agar bisa hidup mandiri. Dan Alhamdulillah, pada suatu waktu seorang meneger Klinik Mafaza Peduli Ummat yakni mas Yuli menawari saya pekerjaan. Agar saya bisa bertugas (ngesift) di klinik mafaza pada hari-hari libur, Ahad dan hari besar. Tawaran ini tidak saya tolak mentah-mentah alias diterima dengan ikhlas, heheee. Kebetulan sekali ditawari pekerjaan yang secara basicnya sesuai dengan kemampuan dan program pendidikan yang saya jalani, perawat. Alhamdulillah, saya bersyukur pada Rabb yang Maha Agung saat itu. Saya bukan main senangnya. Sampai-sampai kalau setiap malam itu saya bisa tidur. Lha memangnya dulu susah tidur? Tidak juga sii… hehee. *timpuk bantal*

Satu tahun berjalan. Mulai dari diberi gaji Rp100.000 sampai kadang dapat bonus, ya sekitar Rp280.000 tiap bulan oleh klinik. Dalam satu bulan terkadang hanya 4-6 kali dapat giliran jaga, selebihnya jadwal saya untuk aktivitas kuliah. Jumlah segitu bagi saya lumayan besar, karena sebelumnya saya tidak pernah berpenghasilan, heheee. Dari hasil bekerja ini, saya menabung dan bisa membeli satu unit HP android LG 410 yang harganya Rp800.000 pada waktu itu.

Mulai ada keajaiban.

Setelah mengikuti ODOJ (one day one juz) kehidupan saya jadi semakin dekat dengan Al-Qur’an, lebih dekat dengan Allah karena dalam satu hari harus menyelesaikan membaca Al-Qur’an satu juz. Beberapa bulan mengikuti ODOJ saya berpikir ini pasti rahmat yang diturunkan Allah pada hamba-Nya. Kita kan tahu kalau Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu “innallaha ‘alaa kulli saying qodiir”. Allah memberikan hadiah berupa materi setelah saya mengajarkan membaca Al-Qur’an pada murid-murid saya.

Kami dipertemukan oleh Allah melalui perantara yang sudah saya anggap beliau ini sebagai ibu saya sendiri “Ibu Ida Riyanti” atau anak-anak Pesma biasa menyapanya dengan Bu Darmaji. Beliau lah yang paling pertama sekali menawarkan pada saya untuk bisa mengajari temannya, atau anak dari temannya agar bisa membaca Al-Qur’an ketimbang dengan santri yang lain. Ya wallahu a’lam apa alasannya?

Owh iya, ustadz Yogi dan beliau juga lah yang merekomendasi saya dan empat teman santri Pesma lain mendapatkan uang bantuan intensif perbulan yang jumlahnya Rp200.000. Masya Allah, rejeki memang datangnya tidak disangka-sangka “wayarzuqhu min khaitsulaa yah tasib”. Nah, karena inilah saya tidak pernah lagi mengacungkan tangan saya pada orangtua meminta uang saku, uang jajan, uang bensin, uang ngeprint, dan uang-uang yang lain. Bahkan dari uang itu saya bisa belajar bersedekah, peduli dengan saudara seiman dan seislam. Justru disinilah rejeki saya semakin berlimpah. Alhamdulillah.


Tentunya ini semua bukan karena hasil kerja keras saya sendiri. Ada Allah yang mendengar doa dari orangtua, saudara, sahabat, dan juga bantuan dari ibu Ida Riyanti.

Insya Allah, jika saya tidak lupa kelak, saya akan selalu mengunjungi rumahnya untuk silaturrahim. Bawa ataupun tidak membawa buah tangan, saya akan paksakan diri sejenak untuk melihat wajahnya. Barangkali saat itu juga saya belum menikah maka akan saya lamar salah satu anaknya. Lho, modus ini mah.. *timpuk batu bata* wahahahaaaa, becanda pemirsa.   

[Continue reading...]

Minggu, 04 Januari 2015

TIDAK DISANGKA

- 0 komentar
Hanya sebuah catatan-catatan kecil yang mudah-mudahan tidak ada unsur ria didalamnya. Catatan ini berisi untuk memotivasi diri tentunya dan pembaca pada umumnya. cekidot...
Untuk menjadi juara? Belum pernah terbayangkan, bahkan sudah pesimis duluan :) :) :) 
Dia bingung, kenapa kok bisa dia yang mendapat juara? Jika dibandingkan dengan suara dua orang sahabatnya, dia kalah jauh, jaauuhh, suer! Kali ini dia menempati juara 3 dilomba adzan dan juara 1 lomba tilawah *saya juga heran*. Padahal mungkin masih banyak mahasiswa yang dia anggap lebih pantas, lebih berhak menerimanya.
Dia menyadari bahwa suaranya fals, serak-serak gimana, gitu? *orang, latihannya juga sehari sebelum lomba! :) :) :) *
Kemudian batinnya terdengar sedang berbicara, “Apa karena salah satu jurinya adalah mantan murid saya, ya?” ‪#‎tanda‬ tanya terlihat di atas kepalanya. “Ah, rasanya tidak mungkin. Ngimpi kali punya murid bapak ibu dosen. Kalo saya yang jadi mahasiswa, ini yang betul. Sudahlah, Ini pasti dari Allah, pasti!” Lanjut lamunannya dan berlalu saja dengan hati riang penuh syukur. 
Dalam hatinya, dia tetap menyatakan ucapan terima kasih pada dewan juri yang memilihnya menjadi juara “Terima kasih pada bapak dan ibu juri.” Dia memahami sebuah hadist yang menjelaskan, kurang lebih maknanya begini “Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah” (HR. Tirmidzi no.2081, Hasan Shahih)

Kebetulan dia sedang menginginkan sesuatu, yakni jubbah. Dan Alhamdulillah rizki yang Allah berikan padanya bisa untuk membeli barang yang diinginkannya :) :) :)
Kembali. Dia teringat akan hafalannya --> Wayarzuqhu min khaitsulaa yah tasib “Dan rizki Allah datang dari arah yang tak disangka-sangka.”
Nb: harusnya ada lomba Tahfidz. *Keren tuh*
Nggak nyambung, nih.

[Continue reading...]
 
Copyright © . JOVI ARDAN BLOG - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger