14 Agustus 2014
Tanggal
14 tiba. Itu artinya saya dan teman-teman mahasiswa Keperawatan 4C akan
mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, tepatnya kami akan di tempatkan
di Instalasi Kesehatan Jiwa. Guna menuntut ilmu dan mencari tahu pelayanan apa saja
yang setiap hari dilakukan oleh perawat jiwa.
Tadi
malam, saya mendapat pesan dari teman “Jangan
lupa kawan, besok berangkat ke RSUD Banyumas. Harus sudah stand by ya jam 06.30
WIB. Mengenakan seragam putih-putih yah!” “Okke” Jawabku.
Keesokan
harinya. Saya baru sadar kalau seragam dinas praktik tertinggal, bahkan sengaja
ditinggal di rumah *wadduh. Waktu itu
tas sudah terisi penuh dengan barang-barang yang saya bawa dari rumah, sehingga
tidak ada lagi ruang untuk menaruh seragam itu. Dengan sigap setiap contact yang ada di HP, saya hubungi. “Salam. Eh aku pinjem seragam dong. Punyaku ketinggalan
di rumah.” Dijawab dengan “Aku di
kos”. Haduhh lagi gelisah begini, malah dijawab dengan jawaban yang membuat
saya semakin galau. Sebenarnya ada tidak seragamnya dan bersedia atau tidak meminjamkannya?
Ya sudah Bismillah saja, saya
berangkat dengan baju biasa menghampiri kos teman saya ini. Dan Alhamdulillah
ada pemirsa. *hehee
*di kampus. Setelah sekian lama tidak
berjumpa. Senang sekali mereka bertemu saya *KEPEDEAN, Jo...Heee. Kami
saling salam dan menyapa, berfoto bersama mengabadikan wajah-wajah kami yang tidak
asing lagi di mata dunia *hehee. Mungkin
karena terlalu seringnya berfoto dan menguploadnya
di jejaring social, jadi dunia sudah tidak kaget lagi melihat tampang-tampang
kami *hehee. Dunia maya maksudnya.
Berhubung waktu itu masih dalam suasana lebaran, kami pun meminta maaf atas
salah dan khilaf yang pernah dilakukan secara sengaja atau pun tidak disadari.
Ini
yang menjadi ciri khas negeri kita, janjian jam 7 berangkat ke RSUD eh bis yang akan kami tumpangi belum juga
nongol batang hidungnya, alias molor
waktu. Andai saja kebiasaan ini bisa dikurangi atau bahkan bisa dihilangkan
dari negeri ini, pasti gak bakal tuh kalah sama negara-negara maju.
Membaca! Iya betul. Aku membaca, menunggu bis tiba.
Setengah jam berlalu dengan membaca, lumayan dari
pada ngobrol-ngobrol tidak jelas dan membuang energi. *sok-sokan lu.. heee. Bis pun datang *horree, tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Bisnya hanya
satu dan adduhh, ukurannya kecil pemirsa *gimana
si, pak ibu? Tidak semua kebagian tempat duduk kan, lebih tepatnya aku
merelakan berdiri dari pada duduk bersandingan bertiga dengan temen cewe.. *sok alim! Dari pada sok jahat. Pilih mana?
hehee.
Pak supir, Tarik pak! Kami berangkat, dan saya
tetap berdiri… setelah merasa capek, saya teringat kembali waktu setelah lulus
SMP. Iya, waktu itu saya pernah menjadi kernet. Kernet angkutan desa jurusan
Randudongkal-Moga. Saat itu pertama kalinya saya mencari uang. Anda tahu siapa
yang mengemudikan angkudesnya? *Bapakmu
pasti! IYA BETUL SEKALI. Bapak jadi supir dan saya kernetnya. Setiap minggunya,
karena masih liburan, saya selalu diajaknya mencari rezeki dengan menarik
angkudes sebagai rezeki tambahan. Awalnya malu, kemudian berjalannya waktu saya
pun masih malu, *Noh hehee, maklum lulus
SMP, kan banyak temen waktu itu.
Subhanallah ternyata mencari uang, tidak segampang
yang dibayangkan. Harus melewati lika-liku kehidupan, lelah dan letih, serta
perjuangan yang kuat. Saya merasa kecapean saat itu. Gimana tidak? Setiap Minggu
pagi, penumpang lebih banyak dari kalangan pedagang. Nah mereka pasti membawa
barang dagangannya ke pasar. Saya sebagai kernet, tidak mungkin dong berdiam
diri dan membiarkan bapak naik-turun dari ruang supir untuk mengangkat
barang-barang tersebut ke atas mobil. Akhirnya dengan kerelaan hati *Insya Allah saya turun tangan dan naik-turun
mengangkat barang bawaan penumpang. Keringat bercucuran, air mata bergelimangan
menghiasi muka saat itu… *hallah lebay,
becanda pemirsa.
Terik panas menyengat kulit. “Dongkal-dongkal, dongkal-dongkal. Moga-moga pak, bu?” kalimat itu
sering keluar saat melihat orang di pinggir jalan. Sedihnya saat bapak dan ibu
yang saya tawari, mereka tolak dan lebih memilih bis. Memang luar biasa lah
bapak, dia jalani kegiatan ini selama Sembilan tahun. Saat ini Alhamdulillah
bapak sudah tidak menyupir angkudes lagi, bapak sudah diringankan mencari
nafkah oleh Allah karena dia diangkat menjadi guru PNS. Andai saja saya tahu,
banyak keajaiban menjalani shalat Dhuha. Saya nasehati bapak pelan-pelan, pasti
Allah akan meringankan. Saya kagum dengan bapak, dia tidak pernah mengeluh, dia
tetap semangat mencari nafkah walau sakit menimpanya. Beliau memang sifatnya
keras kepala, tapi dibalik keras kepalanya, beliau memegang prinsip komitmen
dan tanggung jawab yang tinggi untuk istri dan anak-anaknya. *Masya Allah. Secara tidak langsung bapak
memberikan pelajaran yang begitu penting untuk saya. Terima kasih Pak. Saya juga
bisa, Insya Allah. *Hayoo. Mana istri, mana? heheee becanda pemirsa.
0 komentar:
Posting Komentar