Hehee, lomba adzan! Terkesan lomba anak-anak,
ya? Namun, ternyata ada nilai yang bisa dipetik dari lomba adzan dikalangan
mahasiswa. Belakangan ini, bahkan dari dulu kita bisa dengar sendiri disetiap
masjid pasti lagi-lagi orang sepuh
yang adzan. Yaa...walau pun tidak disemua tempat sii.. tapi kebanyakan, begitu.
Mungkin dari peristiwa ini pihak kampus berinisiatif mencari bibit baru untuk
melestarikan adzan di kalangan anak muda. *saya setuju, pak*
Nah,
sekarang tinggal saya yang bercerita. Saya pun ikut jadi peserta dikedua lomba
tersebut. Kebetulan lamba adzan mendapat nomor urut lima dan tilawah nomor urut
sebelas. Karena tempatnya yang terpisah jadi saya stay di tempat lomba adzan terlebih dahulu.
Wahh,
ternyata banyak juga yang berantusias untuk mengikuti lomba yang terkesan
kekanak-kanakan. Hehee.. Masya Allah, saya terpesona. Suara mereka begitu merdu
nan indah. Coba kalo peserta-peserta ini bergilir adzan di mushala kampus,
dijadwal maksudnya. Pasti warga sekitar heran dan takjub “Ko STIKes setiap waktu shalat, adzannya bervariasi ya. Nggak Cuma di
Mafaza!” Dapet jempol banyak pasti, tuh.
Mendengar suara mereka yang
keren-keren, saya semakin pesimis berharap bisa menjadi juara. Ya memang yang
diharapkan bukan menjadi juara, tapi semangatnya untuk selalu mengikuti
kompetisi. Sampai pada akhirnya giliran saya untuk maju. Bukan bermaksud
menyombongkan diri, yah. Begini, saya
ini salah satu muadzin di Mafaza. Jelas dong,
kalau PD harus lebih dari mereka. Namun saat saya maju banyak orang yang
melihat, heran, kaki saya seperti
gigi yang sedang kedinginan. Tahu, kan?
Tek tek tek tek bunyi benturan antara
gigi dengan gigi. Hal ini terjadi pada kaki kiri saya, merinding,
bergerak-gerak sendiri, terjadi beberapa kali. Duh minta ampun, deh.
Untungnya hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi saya melantunkan nada dan lafadz
adzannya. Hehee
Selesai dari lomba adzan kemudian saya
melanjutkan ke lomba berikutnya, lomba tilawah. Sebenarnya saya tidak bisa
melantunkan ayat-ayat Al Qur’an dengan nada yang bagus, indah dan menawan bagi
para pendengar. Suara saya fals. Tapi insya Allah, saya bisa melantunkannya
dengan baik dan benar… Dilomba ini pun saya pesimis untuk menjadi juara. Entah
bahaimana penilaian juri? Apakah hanya menilai di keindahan nada tanpa
memperhatikan kaidah bacaan, atau bagaimana? Karena yang dulu-dulu seperti itu
*lho kok malah curhat, hehee* Saya hanya mengikuti, lah.
Dari beberapa mahasiswa yang tampil
sebelum dan sesudah saya, bukan maksud merendahkan, yah. Tapi memang harus dan perlu banyak belajar dan latihan lagi. “Lho, emang kamu jurinya, Jov?” Ya bukan,
sii. Namun mengingatkan dalam kebaikan, bukankah boleh, bahkan kewajiban?
Temen-temen, jangan terlalu dipikirkan
keindahan dalam membaca, ya! Usahakan betulnya dulu dalam membaca Al Qur’an.
Penuhi kaidah-kaidahnya, pasti nada dan keindahan mengikuti. Insya Allah…
Sakitnya tuh disini kalau mendengar
bacaan Qur’an yang acak kadul. Ini terjadi beberapa kali saat saya di mushala
kampus. Saat itu ada akhwat yang mengaji, dan bacaannya masya Allah, *maaf* perlu latihan lagi. Rasa-rasanya,
saya perlu mengadakan acara tahsin di kampus. Ya Insya Allah lah, kapan-kapan.
Berikut beberapa dokumentasi lomba adzan.
0 komentar:
Posting Komentar