Mudah-mudahan
dengan kalimat yang singkat ini, dengan tulisan yang tak seberapa ini, dengan
beberapa paragraph yang saya susun ini mengingatkan kita para pengajar dan
santri yang beranjak dewasa bahwa kita pernah punya cerita dimasa lampau. Sehingga
lebih mengeratkan hubungan kita dimasa depan kelak. Amin..
Tri
Pamungkas. Dia kami perhatikan dari sebelumnya dia adalah santri yang pandai
menggambar. Sehingga pada acara lomba menggambar dia sering kami ikutkan
dibidang gambar menggambar. Pada kesempatan lomba kali ini tri terlalu banyak bicara,
ngobrol dengan teman yang mendampingi sebagai penggembira. Sehingga focus
menggambarnya tercepah. Gambarnya memang bagus tapi kurang menarik perhatian
juri. Lain kali
yang serius Tri, kamu punya potensi, Insya Allah pasti juara.
Agiel.
Kalau penilaian kami, walaupun tampil dengan waktu beberapa menit tapi
ekspresinya sudah sangat baik, menjiwai materi yang dibawakan. Yah namanya juga
penilaian. Penilaian itu tidak mesti harus sama. Tidak usah kecewa dan bersedih
hati yah nak dengan kamu belum bisa menjadi juara dari juri. Lain kali kamu
yang jadi juaranya di lomba pildacil insya Allah. Kamu sudah stay cool, keren,
mungkin karena teks lombanya yang terlalu simple jadi nilainya masih rata-rata.
Semangat nak. Kamu sudah
hebat, berani maju kedepan. Ciee…
Adzkia.
Kali ini dia kami delegasikan pada lomba DAI CILIK. Sebelum lomba dimulai kami
melihat semangatnya yang luarbiasa. Saya tidak tahu persis dengan siapa dia
berlatih. Yang jelas kalau boleh saya tebak dia berlatih dengan temen-temen
pengajar akhwat, Mba Reka dan kawan-kawannya. Saat acara sudah dibuka dan
berlangsung beberapa peserta yang maju kepanggung, adzkia terlihat depresi.
Adzkia selalu bilang tidak ingin maju pada saya. Sebisa mungkin saya memotivasi
agar maju melanjutkan perjuanagan. “Kia liat tuh agil juga percaya diri, kak
jovi yakin kia juga bisa. Okke.!” Adzkia tiba-tiba saja menangis tanpa alasan,
dan belum sempat merasakan dinginnya panggung. Ada beberapa kemungkinan yang
menyebabkan kia tidak mau maju. Pertama bisa jadi karena saya yang terlalu
memaksakan dia supaya maju. Kedua karena Kia terlalu gerogi, kurang persiapan, melihat
peserta yang lain maju ke panggung tanpa menggunakan teks. Adzkia pun akhirnya tidak
berani tampil karena teksnya belum terhafal dengan baik. Yah tidak apa-apa.
Lain kali pesan pada pengajar akhwat harus lebih mensupport untuk kedepannya. Okke? Okke mas.
Dan akhirnya ada torehan
prestasi yang kalian bawa pulang ke TPQ Mafaza yang kita cintai. Elegan sekali
nak. Kalian menjadi juara satu dan membawa pulang tropi di lomba drama
islaminya. Kerren. Pertahankan
Aufa, Sasa, Naila, Aban, Syella, dan santri yang lain! Dikesempatan lain kita
ikuti lomba-lomba berikutnya. Siap?
SIAP KAK. Siap jadi yang terbaik lagi?
SIAP KAK. #Buktikan!
0 komentar:
Posting Komentar