Umam 1 / 2 tahun yang lalu. |
Anak-anak
adalah jenis manusia yang paling sering cidera (trauma), apalagi jika saat dia
beraktivitas atau saat bermain tanpa ada pengawasan dari orangtuanya. Bisa
karena terjatuh, tenggelam, atau tertabrak, dll. Orang yang paling merasakan
cemas, saya yakin orangtua bisa dikatakan dalam urutan yang pertama.
Tiga
puluh menit yang lalu ada seorang balita berusia 2,5 tahun mengalami kecelakaan,
tepatnya tertabrak oleh sepeda motor. Bisa dianggap ringan sii tapi kasian
juga. Sebagian muka sebelah kirinya memar dan lecet. Seorang ibu mendengar dan
melihat kabar tersebut kemudian panic. Tiba-tiba beliau menangis, menghampiri,
memaksa dan meraih ingin menggendong anak tersebut. Tangisannya semakin
menjadi, melihat anak tersebut sedari tadi tidak menangis atau bahkan
mengeluarkan suaranya.
“Ayo
cepat persiapkan dirimu, kita pergi ke rumah sakit terdekat.” Beliau menyuruh
saya untuk bersiap-siap. Saya juga termasuk orang yang khawatir. Karena dia sudah
saya anggap sebagai adik sendiri. Umam namanya, sedari kecil sampai saat ini
dia sering main ke rumah. Kadang nonton tv bersama, ikut makan, bahkan pernah
tidur di rumah saya.
“Ayo
cepat, ayo mas!” Beliau semakin khawatir karena saya yang masih belum saja
menyiapkan diri. Saya mondar-mandir mencari kunci motor yang belum ketemu juga.
Karena panik, benda yang tadinya terlihat menjadi hilang, susah dicari. Aneh
sekali.
Ya
beliau ibu saya. Sepertinya beliau sudah menganggap Umam sebagai anaknya, anak
bontotnya. Saya merasakan bagaimana emosionalnya ketika melihat umam dalam
keadaan seperti itu, beliau menunjukkan kekhawatirannya. Setelah sampai di
rumah sakit, Umam dianggap tidak apa-apa oleh dokter. Alhamdulillah.
2 tahun kemudian, setelah kecelakaan. kasihan, mukanya cemberut |
Kejadian
ini mengingatkan saya pada dua belas tahun silam. Jika saat ini usia saya dua
puluh tahun berarti dulu saya berusia delapan tahun. Baiklah kembali pada
cerita. Saat itu saya sedang bermain sepeda. Hendak pulang kerumah, tiba-tiba ada
gerobak nyasar yang berkecepatan tinggi menghampiri saya. Oh tidak. Tapi untungnya
persis disamping sepeda yang saya naiki ada batu yang lumayan besar sehingga
sebelum gerobak itu menghantam saya, gerobak itu terlebih dulu menghantam batu
tadi dan gerobak pun terguling menindih saya. Jadi saya didalam gerobak yang terbalik.
Alhamdulillah selamet. Rejeki anak sholeh. Hehehee.
Saya
hanya bisa berdiam termenung, takut, trauma setelah kejadian yang saya anggap
begitu mengerikan #lebay. Ehh iya betul, lho!. Ada bapak menghampiri dan
membalikkan gerobaknya. Dia terkaget karena saya ada didalamnya. "Lho nak,
sedang apa kamu di dalam?”, “Gerobak bapak yang sedang apa? Kok tiba-tiba
menggelinding kearah saya.” Hehehee intermezzo saja. Kemudian bapak yang
membawa grobak secara ugal-ugalan tadi menggendong saya ke rumah. Rumah saya tidak
jauh dari kejadian. Ibu yang mendengar kronologi kejadian tadi sontak
saja memeluk dan mengendong saya secara erat, erat sekali. Beliau khawatir,
mananyai berbagai macam hal pada saya. “Mas kamu tidak papa? Ada yang lecet,
mas?” Saya hanya terdiam.
Ohhh
Ibuuu…Sampai saat ini kasih sayangmu luar biasa.
Mari
hormati, taati, sayangi, doakan, dan berbaktilah kita kepada kedunya sampai
masa tuanya, sampai menghadap keharibaan Allah SWT. Mudah-mudahan dengan itu
menjadi pelecut menghantarkan diri kita pada kesuksesan dunia dan akhirat. Keridha’an
Allah bergantung pada keridha’an orangtua.
Sampai-sampai ada pesan yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim bahwa Rasulullah Sallallahu
’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh
kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya,
kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah
menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.”
0 komentar:
Posting Komentar