Awal tinggal di Mafaza (sebutan Masjid Fatimatuzzahro), terasa berbeda dari lingkungan tempat tinggal sendiri. Karena mungkin biasa bersama orang tua dan teman2 yang sudah akrab kali yah...heee. disini saya akan mencoba menceritakan sosok beliau dimata saya.
Beliau adalah salah satu Ustadz dari sekian Ustadz yang saya
idolakan. Awalnya sebelum saya tahu latarbelakang atau seluk beluk beliau saya
ragu akan kemampuannya dalam membaca Al-Qur’an. Ternyata setelah saya
wawancarai/ tanya-tanya pada kaka angkatan yang ada di Pesma, hedeh-hedeh
beliau itu Tahfidz Qur’an, 180 derajat perkiraan saya melanceng. Sebab beliau
tidak menunjukan dirinya itu sebagai seorang Hafidz. Beliau adalah sosok yang
paling bersemangat ketika menyampaikan da’wah, kalo saya boleh nilai beliau itu
seperti Umar Al-khottob, tinggi, besar, dan tak takut pada siapapun dalam
menyampaikan suatu kebenaran.
Dan menariknya, pernah saya diceritakan oleh salah seorang
kaka angkatan, bahwa beliau dulu waktu berangkat umroh tidak pulang-pulang
selama 6 tahun berurut-turut , beliau sengaja tidak pulang di Mekkah untuk
menimba ilmu.
Sebagai santri pesma, kami diwajibkan pandai membaca Qur’an
dengan benar dimakhroj dan tajwidnya. Saya pikir bacaan yang selama ini saya
terapakan dalam kehidupan sehari-hari tepat dan benar, eh setelah ditelaah oleh
ustads-ustads yang ada di Mafaza banyak salahnya dari pada benernya. Panjang
pendeknya masih banyak yang kurang pas, makhrojnya tidak sesuai. Helleeeh malu
juga sudah berumur 18 tahun bacaan Qur’annya salah-salah. #perlu diingat ini!
PENTING!! Bagi yang dikira bacaannyan Qur’annya sudah merasa benar, dicoba
dicek pada ustads yang pandai dalam bidangnya, kali-kali banyak yang salah.
Percuma donk yang selama ini kita lakukan sia-sia dimata Alloh, yang penting
kita ada usaha untuk membenarkan. Okkeehhh...
Tartili bareng ustads Toha dilaksanakan setiap hari Jum’at
malam, kadang juga hari Sabtu, tergantung Ustads Tohanya jika lagi ada waktu.
Takut, tegang, lucu yang kami rasakan ketika membaca tartili bersama beliau.
Hebatnya beliau itu sanggup menyimak lebih dari satu santri, dan tidak
mengurangi pendengaran beliau (menyimak, tanpa melihat) mengenai makhroj dan
tajwid dari para santri. Lucu dan tegangnya disini setiap ada kesalahan pasti
beliau langsung melarai dengan menggedor meja (bukan kekerasan lho yah) bagi
santri yang sering salah. Pernah saya juga semacam itu, heheee...
Sampai pada akhirnya saya telah menyelesaikan tartili ini dengan
pertimbangan yang sangat matang oleh beliau #Horreee... tapi sedihnya setelah
menyelesaikan tartili saya tidak bisa lagi merasakan keakrabaan dengan beliau.
Beliau adalah guru yang sangat berarti bagi saya..
0 komentar:
Posting Komentar