Sebelumnya
mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan ustadz.
Pemuda Peduli Masjid |
Sedikit
untaian ini telah memberikan warna di hati. Seperti halnya TRI, saya ingin
berbagi apa yang ada dalam diri.
Mungkin
Allah telah mentaqdirkan kita semua menjadi satu keluarga seperti ini.
Awalnya
saya takut dengan ustadz Arian Sahidi. Orangnya pendiam, tidak banyak bicara, suka
menyendiri, jika bersalaman seperti tidak menghargai *maksudnya tidak ada greget menjabat tangan yang dijabat ustadz. Heee.
Semoga ada alasan yang baik dibalik itu.
Namun
akhir-akhir ini, terhitung setelah ustadz menjalani operasi, ustadz menjadi
banyak peduli pada kami. Membangunkan sebelum datangnya waktu subuh, kira-kira
jam 03.30 atau terkadang 04.00 pagi, agar kami terbiasa sujud dihadapan ilahi.
Kemudian
setelah sholat Subuh, ustadz kini mengajarkan kami (Pesma 2013 dan sedikit dari
angkatan 2012) untuk bisa baik dan benar dalam mengaji. Tidak itu saja, ustadz
memotivasi mereka supaya hafal kalam-kalam ilahi robbi. Mereka berlomba-lomba
menghafal ustadz dan kini mereka sudah hafal. Subhanallah, membuat saya benar-benar
semakin iri, karena saya termasuk orang yang gengsinya tinggi. Heee
Saya
termotivasi dan segera menghafal, dan Alhamdulillah lima sampai enam surat
dalam juz 29 telah terpatri dalam sanubari. Jazakumullah ustadz. Buat mereka
semakin termotivasi lagi, otomatis saya akan jadi semakin iri dan selalu
membenah diri.
Setiap
malam, saya jadi mudah dan rajin bangun lebih awal, berharap dipermudah dalam
menghafal. Itu berkat catatan ustadz dalam sebuah blog berjudul menejemen waktu, saya tergugah ustadz. Sekali
lagi Jazakumullah khiron katsiran. Semoga Allah memberkati.
Dulu,
pernah sesekali saya mengira, ustadz itu baru beberapa juz saja yang telah
terhafal, tetapi baru-baru ini setelah diklarifikasi ustadz adalah seorang
hafidz, *wah keren ustadz.
Semenjak
itu, terjadi perubahan lagi pada diri saya ustadz. Saya kagum dengan ustadz
dimana usia yang masih belia, *eh
maksudnya muda telah menyelesaikan hafalannya 30 juz. Sedangkan saya sudah
segede ini, dua juz pun tidak ada. Saya ingin
menangis ustadz, mengapa saya tidak sedari dulu menghafal kalam-kalamNya. Saya jadi
semakin rindu orang yang termulia yang telah diberi mukjizat Al Qur’an *Rasulallah SAW.
Waktu
itu ketika ustadz memimpin sholat malam berjamaah yang telah kita jadualkan
bersama, saya menangis meneteskan air mata mendengarkan ustadz memimpin kami
sholat, entah mengapa? Mungkin karena saya iri juga dengan ustadz, sudah
bacaannya bagus, hafal pula… *Ko’ jadi
curhat yah.
Syukron
katsir ustadz kini telah berubah dan peduli.
Pesan
saya ustadz,
Ustadz
harus berlaku adil, kita juga butuh bimbingan *angkatan selain 2013.
Jika
bersalaman harus bertenaga, tapi bukan bermaksud untuk menyakiti, agar yang
disalamin terasa dihargai gitu lho ustadz. Hee
Sekian
ustadz, *saya jadi malah kebanyakan curcol.
Jovi Ardan