Senin, 28 Januari 2013
Sahabat pembaca yang berbahagia, Jumpa
lagi dengan saya, di Jovi Ardan Blog. Kali ini sobat Jovi menuliskan bagaimana
kasih sang ibu itu terkenang sepanjang masa.
Kerinduan yang Mendalam
Saat
itu hari Rabu, 23 Januari 2013. Hari itu seperti biasa Masjid Fatimatuzzahra
Purwokerto mengadakan Tahsin Qur’an, kegiatan ini biasanya dilakukan 3 kali
seminggu tepatnya pada hari Senin, Rabu, dan Sabtu. Mungkin karena kecapean,
kali itu saya tidak mengikuti Tahsin Qur’an, disebabkan kemarinnya ada kegiatan pelatihan desain grafis dan kalo tidak
salah tidak istirahat siang (tidur maksudnya). Tanpa pikir panjang, saya
memutuskan untuk pergi ke kamar, tarik selimut dan langsung saja tidur (kaya ga
ada dosa banget yah, hehee). Sahabat yang berbahagia apa yang terjadi pada
waktu itu??? → penasaran kan, monggo di waos mawon (ga ngerti yah??, di
baca saja maksudnya, heheee. Maklum saya orang Jawa asli, jadi sekali-kali melestarikan
budaya gituuuu...).
Beberapa
jam lamanya tidur (2 jam → dari jam 5 sampai dengan jam 7 pagi), ceritanya yang menarik disini nih. Jadi waktu itu saya tidak
bangun sendiri, saya dibangunkan oleh salah seorang temen, panggil saja dia
Agus, kamarnya di sebalah kanan saya. Dia itu membangunkan saya dengan nada
yang tinggi dan keras, biasa di rumah dibangunkan dengan lembut kali yah, jadi dengan
disadari setelah dia keluar dari kamar saya, air mata pun menetes membasahi
pipi (bukan karena cengeng lho yah, sebenernya
kalo cowo yang bisa menangis itu yang baik lho, karena hatinya tidak
keras kata Rosul dan patut dicari sama para gadis-gadis nih. #hehehee ngarep
ceritanye). Lha terus nangis kenapa Vi?
Pasti banyak yang tanya seperti itu yah.. #hehee PD bangat saya.
Jawabannya
adalah............. Diwaktu yang sama juga ketika saya dibangunkan, ibu opor (ibu penjual
nasi rames, biasa anak-anak pesma sebut dengan ibu opor. Maap buu, sudah
kebiasaan. heee) ada di lantai bawah pesma, owh iya sobat belum tahu pesma
kan!!! (#ya iya lah orang sayanya belum kasih tahu :D.) Pesma itu sebenernya
singkatan dari Pesantren Mahasiswa, saya tidak hidup di kost-kostan, jika ada
waktu, nanti saya ceritakanlah. #sabar yah!!! Heee. Lanjut kecerita, ibu opor
seperti biasanya menjajakan dagangannya dengan suara yang lantang dan bisa
dibilang suaranya itu cempreng. Sebagai contoh, “opor-opor, yang mau opor
turun.” Itu kebiasaan ibu opor menjajakan dagangannya di Pesma sehingga pada
kesempatan itu pula saya teringat akan ibu saya, dimana ibu membangunkan saya untuk sarapan pagi dengan
nada yang pelan dan penuh kasih sayang (#sebelumnya saya sudah sholat subuh lho
yah, dan tidur lagi. Hee, tidak menganjurkan untuk ditiru.) Ucapan yang biasa
ibu saya ucapkan ketika membangunkan saya, “Mas, tangi rihin! Sarapan.”
(Translate→Mas
bangun dulu, sarapan). Ibu saya biasa memanggil saya mas, sebutan kasih sayang
pada anak laki-laki satu-satunya. Saya menangis karena itu tadi, teringat akan kasih
sayang, kebaikan-kebaikan ibu, masakan ibu, hangatnya tangan ibu, dsb.
Untuk
sobat pembaca yang berbahagia, luangkanlah waktu sobat bersama ibu, karena
sobat akan bisa merasakan sendiri bagaimana nanti ketika jauh dari ibu, apalagi
kalau ibu kita telah terbujur kaku (wafat). Hal ketika itu terjadi mungkin yang
dilakukan saya hanya bisa menangis berhari-hari, bagaimana nggak nangis coba?
Sosok yang membesarkan kita dengan penuh kasih sayang telah tiada, walaupun
menangis tapi harus ikhlas bahwa Alloh telah memanggilnya lho yah, karena tiada
sesuatu yang abadi kecuali Allo Azza Wajalla. Berbaktilah sobat, jadilah anak
yang soleh dan solehah, jangan sampai sobat menyesal dikemudian hari. Berdoalah
akan kesehatannya, berdoalah agar mereka menjumpai jerih payah kita(menikmati
hasil kerja), karena kita dikuliahkan maupun tidak kuliah, kan dari kecil kita
yang mengasuh kita, memberi makan kita adalah orang tua kita maka kita harus
membalas jasa baiknya. Sebesar apapun kita membalas budi pada orang tua, belum
pernah akan tercukupi balas budi kita. Sobat tau kan kisah sahabat yang pernah
bertanya pada Rosul, “ya Rosul, ibu saya sudah tidak bisa jalan lagi, tapi ada
keinginannya yang belum terlaksana yaitu berhaji. Apakah saya bisa membalas
budi beliau dengan menggendong ibu saya berhaji dan dihitung inpas dengan apa
yang dilakukan beliau terhadap saya sewaktu kecil hingga saat ini.”
Rosul menjawab, “kamu boleh membalas budi kebaikan orang
tua, tetapi sebesar-besarnya balas budimu tidak akan dapat menggantikan pengorbanan,
kasih sayang Ibumu.” Subhannalloh, berarti begitu besar sekali pengorbanan yang
telah ibu kita berikan pada kita. Melahirkan itu adalah salah satu contohnya,
nyawa ibu kita sendiri dipertaruhkan antara hidup dan mati untuk apa coba? Agar
kita terlahir dengan selamat (hidup), dalam benaknya lebih baik saya yang
meninggal daripada anak saya.
Yang
kedua orang tuanya masih hidup, tolong jaga dan jangan sakiti hati mereka,
kalau hati seorang ibu sudah tersakiti, hati-hati sobat, bisa-bisa semua amal
perbuatan yang sobat kerjakan tidak diterima oleh Alloh, karena Ridho Ibu
adalah Ridho Alloh, Alqomah adalah seorang sahabat rosul, dimana tatkala
mengalami sakratul maut dia begitu tersiksanya dan dengan proses yang begitu lama, ternyata selidik demi
selidik dia durhaka pada ibunya, Rosul sebagai orang yang bijak menyarankan pada
ibunya untuk memaafkan Alqomah, sehingga Alqomah bisa mengakhiri ajalnya. Sobat
dan bisa jadi tatkala seorang ibu mengucapkan kutukan pada anaknya yang durhaka
maka bisa akan terjadi pada diri anak tersebut. Contoh fenomena-fenomena yang
pernah sobat liat mungkin seorang anak yang menjadi ikan pari, singa, bahkan
malin kundang yang dikutuk menjadi batu, kalo malin kundang saya belum tahu
pasti kebenarannya.
Sekian
sobat, coba renungi lagi atas kesalahan yang telah kita semua perbuat pada
orang tua, segera mungkin kita meminta maaf. Dan semoga dapat bermanfaat.
Sampai
ketemu lagi di Postingan-postingan berikutnya.
Wassalammualaikum.
0 komentar:
Posting Komentar