Rabu, 22 Juli 2015

UMAM, MENGINGATKAN KASIH SAYANG IBU.

Umam 1 / 2 tahun yang lalu.
Anak-anak adalah jenis manusia yang paling sering cidera (trauma), apalagi jika saat dia beraktivitas atau saat bermain tanpa ada pengawasan dari orangtuanya. Bisa karena terjatuh, tenggelam, atau tertabrak, dll. Orang yang paling merasakan cemas, saya yakin orangtua bisa dikatakan dalam urutan yang pertama.

Tiga puluh menit yang lalu ada seorang balita berusia 2,5 tahun mengalami kecelakaan, tepatnya tertabrak oleh sepeda motor. Bisa dianggap ringan sii tapi kasian juga. Sebagian muka sebelah kirinya memar dan lecet. Seorang ibu mendengar dan melihat kabar tersebut kemudian panic. Tiba-tiba beliau menangis, menghampiri, memaksa dan meraih ingin menggendong anak tersebut. Tangisannya semakin menjadi, melihat anak tersebut sedari tadi tidak menangis atau bahkan mengeluarkan suaranya.

“Ayo cepat persiapkan dirimu, kita pergi ke rumah sakit terdekat.” Beliau menyuruh saya untuk bersiap-siap. Saya juga termasuk orang yang khawatir. Karena dia sudah saya anggap sebagai adik sendiri. Umam namanya, sedari kecil sampai saat ini dia sering main ke rumah. Kadang nonton tv bersama, ikut makan, bahkan pernah tidur di rumah saya.

“Ayo cepat, ayo mas!” Beliau semakin khawatir karena saya yang masih belum saja menyiapkan diri. Saya mondar-mandir mencari kunci motor yang belum ketemu juga. Karena panik, benda yang tadinya terlihat menjadi hilang, susah dicari. Aneh sekali.

Ya beliau ibu saya. Sepertinya beliau sudah menganggap Umam sebagai anaknya, anak bontotnya. Saya merasakan bagaimana emosionalnya ketika melihat umam dalam keadaan seperti itu, beliau menunjukkan kekhawatirannya. Setelah sampai di rumah sakit, Umam dianggap tidak apa-apa oleh dokter. Alhamdulillah.
2 tahun kemudian, setelah kecelakaan. kasihan, mukanya cemberut
Kejadian ini mengingatkan saya pada dua belas tahun silam. Jika saat ini usia saya dua puluh tahun berarti dulu saya berusia delapan tahun. Baiklah kembali pada cerita. Saat itu saya sedang bermain sepeda. Hendak pulang kerumah, tiba-tiba ada gerobak nyasar yang berkecepatan tinggi menghampiri saya. Oh tidak. Tapi untungnya persis disamping sepeda yang saya naiki ada batu yang lumayan besar sehingga sebelum gerobak itu menghantam saya, gerobak itu terlebih dulu menghantam batu tadi dan gerobak pun terguling menindih saya. Jadi saya didalam gerobak yang terbalik. Alhamdulillah selamet. Rejeki anak sholeh. Hehehee.

Saya hanya bisa berdiam termenung, takut, trauma setelah kejadian yang saya anggap begitu mengerikan #lebay. Ehh iya betul, lho!. Ada bapak menghampiri dan membalikkan gerobaknya. Dia terkaget karena saya ada didalamnya. "Lho nak, sedang apa kamu di dalam?”, “Gerobak bapak yang sedang apa? Kok tiba-tiba menggelinding kearah saya.” Hehehee intermezzo saja. Kemudian bapak yang membawa grobak secara ugal-ugalan tadi menggendong saya ke rumah. Rumah saya tidak jauh dari kejadian. Ibu yang mendengar kronologi kejadian tadi sontak saja memeluk dan mengendong saya secara erat, erat sekali. Beliau khawatir, mananyai berbagai macam hal pada saya. “Mas kamu tidak papa? Ada yang lecet, mas?” Saya hanya terdiam.

Ohhh Ibuuu…Sampai saat ini kasih sayangmu luar biasa.
Mari hormati, taati, sayangi, doakan, dan berbaktilah kita kepada kedunya sampai masa tuanya, sampai menghadap keharibaan Allah SWT. Mudah-mudahan dengan itu menjadi pelecut menghantarkan diri kita pada kesuksesan dunia dan akhirat. Keridha’an Allah bergantung pada keridha’an orangtua.

Sampai-sampai ada pesan yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © . JOVI ARDAN BLOG - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger