Sabtu, 25 Juli 2015

LOMBA TPQ UKKI UNSOED

- 1 komentar

Aufa, Kiki dan Naila begitu terlihat semangat mengikuti latihan. Agil dan kakaknya pun tak mau kalah, padahal mereka sedari tadi menahan lapar karena belum sarapan. Mereka semua tetap bersemangat melanjutkan latihan, uji coba untuk perlombaan. Melihat kekompakkan mereka, kami kira sudah cukup untuk mengakhiri latihan kali ini. Kurang lebih dua jam kami memberikan arahan dan bimbingan. Tinggal membimbing adiknya Aufa –Adzkia- dalam persiapan lomba hafidzul Qur’an.

Malam hari tiba. Tiba-tiba ustadz Mahyuddin memanggil, “Mas tolong si Kia (begitu panggilannya) untuk murojaah bersama antum, kalau dengan saya dia banyak alasan (alias sungkan).”   Padahal waktu itu saya juga ingin setoran pada beliau, tapi yaaa tidak apa-apa demi kebaikan TPQ. Akhirnya saya pun tidak jadi setoran. *Kenapa jadi curhat? Hehee.

Berdua dengan kia anak umur 6 tahun, dari selpas Isya sampai jam Sembilan kami berdua bersama memurojaah juz ama. Asyik juga sih. seandainya saja kelak anak saya mau bareng murojaah, wahh alangkah bahagianya saya menjadi Abi. *Wadduh ini ceritanya kemana, toh? Baiklah kita lanjutkan. Peace. Hee.

Keesokkan harinya tiba. Sebelum berangkat menuju tempat perlombaan, ada beberapa arahan dari kami untuk tetap semangat, menang ataupun kalah. Dan Adzkia, melanjutkan persiapannya, masih bersama saya, hehee. Apa karena saya dianggap kakaknya yah? Wellehh, sopo toh koe wani-wani ngomong kekkue (translate: siapa sii kamu, berani-berani bicara seperti itu)? *kalii ajah.

Dirasa sudah siap semua. Kami berangkat.

Kia menuju ruang perlombaan hafidzul qur’an. Awalnya tidak mau tampil. Alasannya sepele, ya maklum anak kecil. Malu katanya. Tapi dengan bujuk rayu dari perangkai kata, saya dan Fahri maksudnya. “Kia kan udah latihan, tuh liat yang lain saja berani. Kia pasti juga bisa kok. Semangat 45. Hehee.” Dan akhirnya Kia tampil juga. Alhamdulillah. Huhhh gemes.  

Disisi yang lain, Lomba cerdas cermat islam. Aufa dkk, terlihat semangat bercampur aduk rasa bingung. Bagaimana tidak? Ditahap pertama, dengan waktu 20 menit (kalo nggak salah) harus merampungkan 50 soal pertanyaan essay. *Wuhh luar biasa kan? Iya biasa. Wadduh.

Panitia mengumumkan, Waktu selesai! Semua jawaban dikumpulkan! Kami khawatir, tapi saya melihat mereka tenang-tenang saja. Katanya “Tenang kak, sudah terisi semua.”  Alhadulillah. Anehnya, disaat anak-anak tenang menanti hasil penyisihan, kami justru yang paling riewuh, mata kami ditutup, telinga kami disumpel, berdebar kencang jantung kami, teriakan-teriakan kecil pun keluar saat pengumuman diucapkan. Dan Hoorree, mereka masuk nominasi team yang lolos ketahap berikutnya. Yeye yeye, Alhamdulillah.

Tahap demi tahap mereka lewati. Kami tetap dalam keadaan yang penuh was-was dan harap-harap emosi. wadduhh

Dan akhirnya, Rona keceriaan ada di raut wajah mereka. Setelah beberapa kali latihan, mereka mendapatkan hasil terbaiknya. Saya katakan terbaik, karena ini adalah babak awalan. Mereka baru pemula, tapi sudah mampu berkompetisi dengan TPQ-TPQ yang lainnya. Luarbiasa semengat kalian!







Note : saya tidak terlalu alay, seperti apa yang saya tuliskan diatas.

[Continue reading...]

Pengalaman Lomba TPQ STIMIK AMIKOM

- 0 komentar

Mudah-mudahan dengan kalimat yang singkat ini, dengan tulisan yang tak seberapa ini, dengan beberapa paragraph yang saya susun ini mengingatkan kita para pengajar dan santri yang beranjak dewasa bahwa kita pernah punya cerita dimasa lampau. Sehingga lebih mengeratkan hubungan kita dimasa depan kelak. Amin..

Tri Pamungkas. Dia kami perhatikan dari sebelumnya dia adalah santri yang pandai menggambar. Sehingga pada acara lomba menggambar dia sering kami ikutkan dibidang gambar menggambar. Pada kesempatan lomba kali ini tri terlalu banyak bicara, ngobrol dengan teman yang mendampingi sebagai penggembira. Sehingga focus menggambarnya tercepah. Gambarnya memang bagus tapi kurang menarik perhatian juri. Lain kali yang serius Tri, kamu punya potensi, Insya Allah pasti juara.

Agiel. Kalau penilaian kami, walaupun tampil dengan waktu beberapa menit tapi ekspresinya sudah sangat baik, menjiwai materi yang dibawakan. Yah namanya juga penilaian. Penilaian itu tidak mesti harus sama. Tidak usah kecewa dan bersedih hati yah nak dengan kamu belum bisa menjadi juara dari juri. Lain kali kamu yang jadi juaranya di lomba pildacil insya Allah. Kamu sudah stay cool, keren, mungkin karena teks lombanya yang terlalu simple jadi nilainya masih rata-rata. Semangat nak. Kamu sudah hebat, berani maju kedepan. Ciee

Adzkia. Kali ini dia kami delegasikan pada lomba DAI CILIK. Sebelum lomba dimulai kami melihat semangatnya yang luarbiasa. Saya tidak tahu persis dengan siapa dia berlatih. Yang jelas kalau boleh saya tebak dia berlatih dengan temen-temen pengajar akhwat, Mba Reka dan kawan-kawannya. Saat acara sudah dibuka dan berlangsung beberapa peserta yang maju kepanggung, adzkia terlihat depresi. Adzkia selalu bilang tidak ingin maju pada saya. Sebisa mungkin saya memotivasi agar maju melanjutkan perjuanagan. “Kia liat tuh agil juga percaya diri, kak jovi yakin kia juga bisa. Okke.!” Adzkia tiba-tiba saja menangis tanpa alasan, dan belum sempat merasakan dinginnya panggung. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan kia tidak mau maju. Pertama bisa jadi karena saya yang terlalu memaksakan dia supaya maju. Kedua karena Kia terlalu gerogi, kurang persiapan, melihat peserta yang lain maju ke panggung tanpa menggunakan teks. Adzkia pun akhirnya tidak berani tampil karena teksnya belum terhafal dengan baik. Yah tidak apa-apa. Lain kali pesan pada pengajar akhwat harus lebih mensupport untuk kedepannya. Okke? Okke mas.

Dan akhirnya ada torehan prestasi yang kalian bawa pulang ke TPQ Mafaza yang kita cintai. Elegan sekali nak. Kalian menjadi juara satu dan membawa pulang tropi di lomba drama islaminya. Kerren. Pertahankan Aufa, Sasa, Naila, Aban, Syella, dan santri yang lain! Dikesempatan lain kita ikuti lomba-lomba berikutnya. Siap? SIAP KAK. Siap jadi yang terbaik lagi? SIAP KAK. #Buktikan!








[Continue reading...]

Rabu, 22 Juli 2015

UMAM, MENGINGATKAN KASIH SAYANG IBU.

- 0 komentar
Umam 1 / 2 tahun yang lalu.
Anak-anak adalah jenis manusia yang paling sering cidera (trauma), apalagi jika saat dia beraktivitas atau saat bermain tanpa ada pengawasan dari orangtuanya. Bisa karena terjatuh, tenggelam, atau tertabrak, dll. Orang yang paling merasakan cemas, saya yakin orangtua bisa dikatakan dalam urutan yang pertama.

Tiga puluh menit yang lalu ada seorang balita berusia 2,5 tahun mengalami kecelakaan, tepatnya tertabrak oleh sepeda motor. Bisa dianggap ringan sii tapi kasian juga. Sebagian muka sebelah kirinya memar dan lecet. Seorang ibu mendengar dan melihat kabar tersebut kemudian panic. Tiba-tiba beliau menangis, menghampiri, memaksa dan meraih ingin menggendong anak tersebut. Tangisannya semakin menjadi, melihat anak tersebut sedari tadi tidak menangis atau bahkan mengeluarkan suaranya.

“Ayo cepat persiapkan dirimu, kita pergi ke rumah sakit terdekat.” Beliau menyuruh saya untuk bersiap-siap. Saya juga termasuk orang yang khawatir. Karena dia sudah saya anggap sebagai adik sendiri. Umam namanya, sedari kecil sampai saat ini dia sering main ke rumah. Kadang nonton tv bersama, ikut makan, bahkan pernah tidur di rumah saya.

“Ayo cepat, ayo mas!” Beliau semakin khawatir karena saya yang masih belum saja menyiapkan diri. Saya mondar-mandir mencari kunci motor yang belum ketemu juga. Karena panik, benda yang tadinya terlihat menjadi hilang, susah dicari. Aneh sekali.

Ya beliau ibu saya. Sepertinya beliau sudah menganggap Umam sebagai anaknya, anak bontotnya. Saya merasakan bagaimana emosionalnya ketika melihat umam dalam keadaan seperti itu, beliau menunjukkan kekhawatirannya. Setelah sampai di rumah sakit, Umam dianggap tidak apa-apa oleh dokter. Alhamdulillah.
2 tahun kemudian, setelah kecelakaan. kasihan, mukanya cemberut
Kejadian ini mengingatkan saya pada dua belas tahun silam. Jika saat ini usia saya dua puluh tahun berarti dulu saya berusia delapan tahun. Baiklah kembali pada cerita. Saat itu saya sedang bermain sepeda. Hendak pulang kerumah, tiba-tiba ada gerobak nyasar yang berkecepatan tinggi menghampiri saya. Oh tidak. Tapi untungnya persis disamping sepeda yang saya naiki ada batu yang lumayan besar sehingga sebelum gerobak itu menghantam saya, gerobak itu terlebih dulu menghantam batu tadi dan gerobak pun terguling menindih saya. Jadi saya didalam gerobak yang terbalik. Alhamdulillah selamet. Rejeki anak sholeh. Hehehee.

Saya hanya bisa berdiam termenung, takut, trauma setelah kejadian yang saya anggap begitu mengerikan #lebay. Ehh iya betul, lho!. Ada bapak menghampiri dan membalikkan gerobaknya. Dia terkaget karena saya ada didalamnya. "Lho nak, sedang apa kamu di dalam?”, “Gerobak bapak yang sedang apa? Kok tiba-tiba menggelinding kearah saya.” Hehehee intermezzo saja. Kemudian bapak yang membawa grobak secara ugal-ugalan tadi menggendong saya ke rumah. Rumah saya tidak jauh dari kejadian. Ibu yang mendengar kronologi kejadian tadi sontak saja memeluk dan mengendong saya secara erat, erat sekali. Beliau khawatir, mananyai berbagai macam hal pada saya. “Mas kamu tidak papa? Ada yang lecet, mas?” Saya hanya terdiam.

Ohhh Ibuuu…Sampai saat ini kasih sayangmu luar biasa.
Mari hormati, taati, sayangi, doakan, dan berbaktilah kita kepada kedunya sampai masa tuanya, sampai menghadap keharibaan Allah SWT. Mudah-mudahan dengan itu menjadi pelecut menghantarkan diri kita pada kesuksesan dunia dan akhirat. Keridha’an Allah bergantung pada keridha’an orangtua.

Sampai-sampai ada pesan yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” 
[Continue reading...]

Minggu, 19 Juli 2015

TERTARIK USAHA BAKSO

- 0 komentar
Sewaktu di Bandung, tiga tahun yang lalu, saya pernah tinggal di kontrakkannya belek Atun. Biasa anak muda, pingin cari pengalaman dari treveling. Hehehee. Sebenarnya dulu ingin nyari kuliah disana, tapi karena suhunya yang terlalu ekstrim, saya mengurungkan niat untuk kuliah disana.

Suami Bulek Atun, Om Wari, menurut saya bisa disebut sebagai juragan bakso. Selain memproduksi bakso dalam jumlah besar dengan tangannya sendiri, beliau juga mempunyai delapan gerobag bakso dan tujuh karyawan yang menjualkan bakso-baksonya.  Hampir setiap  hari, disana yang namanya bakso bisa masuk kedalam perut saya. Pertama karena rasanya yang enak, kedua tanpa mengeluarkan dompet dari kantor“bayar” alias gratis. Hehehee.

Setelah tiga tahun terlewati, saya berpikir mengapa saya tidak mencoba belajar membuat bakso tersebut. Saya tertarik dengan baksonya um Wari ini, rasanya itu berbeda dengan bakso-bakso pada umumnya. Nikmatnya istimewa, dagingnya berasa, waahh pokoknya.
        
Harapannya kedepan saya ingin menjadi pegawai yang berwirausaha, atau sebaliknya enterpreneur yang menjadi pegawai. Saya tidak ingin menghabiskan waktu saya hanya duduk di depan computer dan menyelesaikan berkas-berkas yang membosankan. Dengan berwirausaha mungkin menjadi solusi yang tepat.

Seandainya bakso ini bisa saya buat sendiri dengan tidak mengubah cita rasa aslinya, insya Allah, prospek finansial selama menjadi mahasiswa rasa-rasanya mencerahkan, dompet tebel teruus ‪#‎isinya banyak tagihan maksudnya? hehehe

Bahkan setelah lulus, sepertinya dari bakso ini masih menjadi suatu yang harusnya dipertahankan. insya Allah. selain mencukupi kebutuhan anak dan istri, juga sebagian bisa di alokasikan untuk bakti sosial. Insya Allah. MUDAH-MUDAHAN SAYA TIDAK HANYA PANDAI BERBICARA. TAPI MAMPU MEREALISASIKANNYA. YANG TERPENTING ACTION JOV!!

Akhirnya H+1 (18 Juli 2015) setelah lebaran saya mencoba belajar membuat bakso. Mulai dari membeli daging dan bahan-bahannya, kemudian antri untuk penggilingan, megolah daging tadi menjadi bakso, sampai pada saya merasakan sendiri baksonya. Heheee.

Ternyata membuat bakso tidak sesulit yang saya bayangkan. Mudah. walaupun hasil baksonya belum bisa sebulat dengan bakso yang lain. Membuat bakso sendiri saja relatif cepat, apalagi jika dibantu istri tercinta. Dia memberikan bantuannya dengan kasih sayang, pasti akan menjadi bakso yang istimewa dan jauh lebih cepat. #LHO, kenapa lagi-lagi berbicara istri?

Bakso telah siap dihidangkan. Saya mencobanya, dan saya rasa bakso buatan saya tidak kalah jauh dengan bakso-bakso pada umumnya. Bener. Suerr. Eh bener ini saya nggak bohong. Yah kapan-kapan kalau anda tidak percaya anda bisa membeli bakso buatan saya. Lho, kenapa jadi promosi disini? Hehee
berikut dokumentasinya.


ANTRI DI PENGGILINGAN

PEMBENTUKAN BAKSO


SELESAI


[Continue reading...]

HARGAI APA YANG DIHIDANGKAN

- 0 komentar

Sewaktu kecil, kalo tidak salah saat itu kelas 2/3 (8 th) saya pernah menolak beberapa makanan yang dihidangankan ibu. Beberapa makanan itu seperti sayur-mayur, ikan, ayam, dll. #lha trus yang dimakan apaan? Hehehee

Padahal baru saja melihat bentuknya, saya seperti sudah mempunyai pandangan, “Wah ini tidak menarik, pasti tidak enak rasanya.” Alhasil, ibu sering ngomel-ngomel. “Coba saja dulu mas, baru berkomentar.” Suara ibu dengan nada meninggi. Bapak juga ikut menasihati, “Lihat bapak mas, apapun makanan yang ibu sajikan, bapak suka. Ehmm nikmat.” Lalu lanjutnya, “Syukuri. Ketika kita pandai bersyukur, semua makanan terasa lebih nikmat. Sueerr.”
   
Daripada ibu ngomel-ngomel terus, iseng-iseng saya mencoba memakan apa yang ada di meja makan. Wah enak ternyata, bener, ini bener-bener enak. Seketika ibu nyeloteh sambil njewer salah satu telinga saya, aduh-aduh-aduh bu. “Makannya, dirasain dulu, baru bicara.” Semenjak saat itu, saya selalu berusaha menghargai makanan. Apapun jenis dan bentuknya. Semuanya masuk, saya doyan, kecuali jengkol dan pete. Heehee.  

Ada beberapa hikmah yang bisa dipetik. Apabila kita mensyukuri apa yang ada, semua terasa lebih nikmat. betul, dan ini sejalur dengan yang telah Allah firmankan lain syakartum la adziidannakum. Jika kamu pandai bersyukur, akan Aku tambah nikmat-Ku padamu. Nikmat itu bisa ditambah baik dari kuantitasnya maupun kualitasnya. Rosulullah juga mengajarkan pada kita, apabila beliau tidak menyukai makanan beliau tidak pernah menghina makanan tersebut.

Hikmah yang lain, ibu sebagai penyaji makanan hatinya pun tersenyum karena hasil usahanya dihargai. Tidak cepat menua sehingga tetap enak dipandang dan tensi darahnya akan stabil, sehat selalu, hehee. Seandainya ini dilakukan oleh setiap suami, insya Allah jalinan rumah tangga diantara keduanya akan semakin erat sampai kiamat. Hehehee. Tapi ada yang harus diperhatikan, jangan mentang-mentang seorang suami diajarkan oleh Rosulullah untuk menghargai makanan kemudian seorang istri memasak dengan seenaknya. Maksudnya memasak tapi tidak memperhatikan rasa. Seenaknya memberikan garam, atau bumbu-bumbu yang lain secara berlebihan, yang menjadikan rasa makanan itu tidak nikmat. bagaimana jalinan rumah tangga akan romantis? Belajarlah memasak. Perhatikan ibu anda ketika memasak. Saya juga bisa, masa anda yang perempuan tidak bisa. #lho.  


Perempuan hebat. IBU. Itu sebutan untuk Anda. Kasihmu sepanjang masa.
[Continue reading...]
 
Copyright © . JOVI ARDAN BLOG - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger